5 Fakta Penting di Balik Polemik PKPU Kebab Baba Rafi
Posted by: Zeinal Wujud | 16-07-2025 10:05 WIB | 903 views
5 fakta penting kasus PKPU Kebab Baba Rafi: siapa yang digugat, siapa yang tidak, dan dampaknya bagi bisnis waralaba kuliner di Indonesia.

INFOBRAND.ID, Jakarta - Kabar gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap salah satu pengelola merek Kebab Baba Rafi mengundang perhatian luas publik, khususnya pelaku usaha dan investor. Pasalnya, nama besar waralaba kuliner ini selama dua dekade terakhir dikenal sebagai pionir kebab di Indonesia.
Namun, munculnya kabar gugatan dari perusahaan pinjaman online terhadap PT Sari Kreasi Boga Tbk (RAFI) menimbulkan pertanyaan dan kebingungan, termasuk mengenai identitas entitas yang benar-benar terlibat.
Baca juga:
- Kebab Baba Rafi Tegaskan Tidak Terlibat dalam Gugatan PKPU RAFI
- UMKM Naik Kelas: Strategi Digital Abii Kebab Tembus Pasar Lewat Cara Nyeleneh
Berikut ini lima fakta penting yang perlu diketahui pelaku bisnis agar tidak salah memahami situasi yang terjadi:
1. Gugatan PKPU Tidak Melibatkan PT Baba Rafi Internasional
Banyak pemberitaan awal yang menyebut nama "Kebab Baba Rafi" secara umum, tanpa membedakan entitas hukum di balik merek tersebut. Padahal, menurut klarifikasi resmi dari PT Baba Rafi Internasional, perusahaan ini tidak terlibat dalam perkara hukum yang sedang dihadapi RAFI.
"Namun, dapat kami tegaskan bahwa PT Baba Rafi Internasional tidak terafiliasi secara kepemilikan maupun tanggung jawab dalam perkara PKPU tersebut,” jelas Vice President PT Baba Rafi Internasional, Indra Sukmanahadi.
Indra juga menegaskan bahwa PT Baba Rafi Internasional adalah pemilik Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atas merek Baba Rafi dan tidak memiliki hubungan hukum maupun operasional dengan PT Sari Kreasi Boga Tbk.
2. Kasus Berkaitan dengan Pinjaman Jangka Pendek Rp2 Miliar
Perkara PKPU ini berasal dari pinjaman invoice financing senilai Rp2 miliar yang diberikan oleh PT Creative Mobile Adventure, perusahaan fintech peer-to-peer lending. Pinjaman tersebut memiliki tenor dua bulan dengan bunga sebesar 4 persen. Karena keterlambatan pembayaran yang disebabkan piutang macet dari pelanggan, RAFI tidak dapat memenuhi kewajiban tepat waktu.
Menurut penjelasan dari manajemen RAFI, dana tersebut dipergunakan untuk kebutuhan modal kerja jangka pendek.
“Perseroan tetap menjalankan prinsip kehati-hatian dalam mengelola arus kas,” kata Eko Pujianto, Direktur Utama RAFI.
3. Upaya Perdamaian Sedang Dijalankan
Alih-alih melanjutkan proses hukum, RAFI dan PT Creative Mobile Adventure kini sedang berupaya menyelesaikan sengketa secara damai. Kedua belah pihak telah melakukan komunikasi untuk mencapai kesepakatan.
“Perseroan telah melakukan upaya penyelesaian maksimal bersama PT Creative Mobile Adventure untuk tercapainya kesepakatan bersama dan perdamaian,” tulis manajemen RAFI dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI).
4. Gugatan Tidak Berdampak Material terhadap Operasional RAFI
Sumber: BEI
Meski tengah menghadapi proses hukum, RAFI memastikan bahwa kegiatan operasionalnya tetap berjalan normal. Dalam pernyataan resmi, manajemen menekankan bahwa nilai utang tersebut tidak signifikan terhadap kesehatan keuangan perusahaan.
“Tidak berdampak pada kegiatan operasional usaha perseroan,” ujar manajemen dalam surat resmi bertanggal 9 Juli 2025.
RAFI tetap mengoperasikan lebih dari 960 outlet mitra di seluruh Indonesia dengan merek-merek seperti Kebab Turki Baba Rafi, Container Kebab, Sueger, Smokey Kebab, dan Ayam Pul.
Baca juga:
- Kebab Turkiyem Hadirkan Inovasi Bus Listrik untuk Berjualan di Berbagai Lokasi
- Pionir Kebab Hitam “Black Kebab” Kini Hadir di Tangerang
5. Satu Merek Bisa Dikelola Lebih Dari Satu Entitas Bisnis
Kasus ini juga menjadi pengingat bagi publik dan pemangku kepentingan untuk memahami bahwa satu merek bisa dikelola oleh lebih dari satu entitas bisnis. Sejak 2017, pengelolaan merek Kebab Baba Rafi memang terbagi antara PT Baba Rafi Internasional dan PT Sari Kreasi Boga Tbk.
“Kami berharap klarifikasi ini dapat membantu publik memahami posisi masing-masing perusahaan secara objektif," kata Indra Sukmanahadi.
Hal ini krusial dalam mencegah kesalahpahaman di masa depan, terutama di tengah pesatnya ekspansi waralaba di sektor F&B.